Tag: seputar aqiqah

  • Aqiqah untuk Diri Sendiri, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

    <a href="https://www.freepik.com/free-photo/brown-white-mother-baby-goats-inside-barn_12045833.htm#query=aqiqah&position=0&from_view=search&track=sph">Image by wirestock</a> on Freepik

    Tak sempat aqiqah saat kecil, bolehkah setelah dewasa aqiqah untuk diri sendiri?

    Banyak muslim yang tidak sempat melakukan ibadah aqiqah saat kecilnya dikarenakan keterbatasan biaya ataupun pengetahuan orang tuanya. Oleh karena itu, tidak sedikit dari mereka yang setelah dewasanya memiliki kelebihan harta berinisiatif untuk menyembelih hewan aqiqah untuk dirinya sendiri. Lantas bagaimana hukum melaksanakan aqiqah untuk diri sendiri menurut islam?

    Dalam hal ini, para ulama yang levelnya sudah sampai ke tingkat mujtahid terbagi pada dua pendapat berbeda.

    • Pendapat pertama: Boleh dilakukan.

    Ar-Rafi’i, ulama yang berasal dari kalangan mazhab Asy-Syafi’iyah mengatakan apabila seseorang tidak melaksanakan aqiqah untuk anaknya sampai anaknya masuk usia baligh, maka gugurlah kesunnahan dari ibadah aqiqah itu. Namun bila anak itu sendiri yang ingin melaksanakan aqiqah bagi dirinya, itu tidak mengapa (diperbolehkan).

    Muhammad ibn Sirin berkata, “Seandainya saya tahu bahwa saya belum disembelihkan aqiqah, maka saya akan melakukannya sendiri.”

    Al-Qaffal, salah seorang dari fuqaha mazhab Asy-Syafi’iyah juga memilih hal yang sama. Untuk meilihat pendapat ini bisa rujuk kitab Syarah Al-Asqalani Li Shahih Al-Bukhari jilid 9 halaman 594-595.

    ‘Atha’ dan Al-Hasan berkata bahwa seseorang boleh melakukan penyembelihan aqiqah untuk dirinya sendiri, sebab dirinya menjadi jaminan (rahn).

    • Pendapat kedua: Tidak perlu

    Al-Imam Ahmad bin Hanbal mendapat pertanyaan tentang masalah ini, yaitu bolehkah seseorang melakukan untuknya, beliau menjawab bahwa hal itu tidak perlu dilakukan. Alasannya karena syariat aqiqah itu berada di pundak orang tuanya, bukan berada di pundak anak itu sendiri.

    Pendapat serupa dikemukakan oleh salah satu ulama pengikut mazhab Hanbali, Ibnu Qudamah berkata, “Menurut kami, penyembelihan itu disyaratkan sebagai beban bagi orang tua dan orang lain tidak dibebankan untuk melakukannya, seperti shadaqah fithr. (rujuk kitab Al-Mughni jilid 8 halaman 646)

    Dari dua pendapat berbeda diatas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa diperbolehkan jika Anda ingin menyembelih hewan aqiqah untuk diri sendiri jika memang ada rezekinya, asal tidak dipaksakan, dengan dasar dukungan pendapat beberapa ulama.

    Akan tetapi jika di masyarkat umum menemukan penolakan pendapat tersebut harus di maklumi. Karena memang ada mazhab yang kurang sepakat dengan pendapat itu, yakni mazhab Ahmad bin Hambal. Kedua pendapat yang diutarakan diatas hanyalah ijtihad yang nilai kebenarannya tidak sampai pada level mutlak. Jadi wajar dan boleh saja kita saling berbeda pendapat dengan cara yang santun, beradab, dan tetap menjaga nilai-nilai ukhwah.

    Sumber: rumahfiqih.com

    Baca Juga: BOLEHKAH AQIQAH DILAKUKAN SETELAH HARI KETUJUH KELAHIRAN ???

    Ingin melaksanakan Aqiqah untuk buah hati, keluarga atau diri sendiri?

    Kini tak perlu repot karena ada solusi aqiqah mudah, murah dan terpercaya Fadhila Aqiqah. Dengan harga mulai 1,5jt ayah-bunda sudah dapat aqiqah lengkap siap saji.

    Fadhila Aqiqah adalah solusi bagi ayah-bunda yang ingin melaksanakan Aqiqah buah hatinya, karena Fadhila Aqiqah:

    Terpercaya, Syar’i, Praktis

    • Bisa pilih Hewan Aqiqah sendiri
    • Masakan dijamin enak
    • GRATIS biaya pengemasan
    • GRATIS biaya sembelih
    • GRATIS biaya masak
    • GRATIS test food
    • GRATIS sertifikat aqiqah
    • GRATIS souvenir aqiqah eksklusif
    • GRATIS baby bio
    • GRATIS undangan digital
    • GRATIS Ongkir Kota Tasikmalaya
    • Pembayaran bisa COD

    Kantor Pusat:

    Jl. Peta No.99 B, Kahuripan, Kec. Tawang, Tasikmalaya 085294594114

    Kantor Cabang Kuningan:

    Jl. Buyut Maskar, Dusun Manis, Kalimanggis Wetan, Kec. Kalimanggis, Kuningan 081336667500

  • Makna Tergadaikan dengan Aqiqahnya

    Apa makna hadis, setiap anak tergadai dengan aqiqahnya? Dan apakah hadisini shahih? Terima kasih.

    Jawab:

    Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

    Hadis yang anda sebutkan statusnya shahih, dari sahabat Samurah bin Jundub radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى

    “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Disembelih pada hari ketujuh, dicukur gundul rambutnya, dan diberi nama.” (HR. Ahmad 20722, at-Turmudzi 1605, dan dishahihkan al-Albani).

    Ulama berbeda pendapat tentang makna kalimat ‘Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya’.

    Berikut rincian perbedaan keterangan ulama tentang makna hadis,

    Pendapat Pertama, syafaat yang diberikan anak kepada orang tua tergadaikan dengan aqiqahnya. Artinya, jika anak tersebut meninggal sebelum baligh dan belum diaqiqahi maka orang tua tidak mendapatkan syafaat anaknya di hari kiamat.

    Pendapat ini diriwayatkan dari Atha al-Khurasani – ulama tabi’in – dan Imam Ahmad. Al-Khithabi menyebutkan keterangan Imam Ahmad.

    قال أحمد : هذا في الشفاعة يريد أنه إن لم يعق عنه فمات طفلاً لم يُشفع في والديه

    Menurut Imam Ahmad, hadis ini berbicara mengenai syafaat. Yang beliau maksudkan, bahwa ketika anak tidak diaqiqahi, kemudian dia meninggal masih bayi, tidak bisa memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya. (Ma’alim as-Sunan, 4/285)

    Semetara keterangan dari Atha’ al-Khurasani diriwayatkan al-Baihaqi dari jalur Yahya bin Hamzah, bahwa beliau pernah bertanya kepada Atha’, tentang makna ‘Anak tergadaikan dengan aqiqahnya.’ Jawab Atha’,

    يحرم شفاعة ولده

    “Dia (ortu) tidak bisa mendapatkan syafaat anaknya.” (Sunan al-Kubro, al-Baihaqi, 9/299)

    Pendapat Kedua, keselamatan anak dari setiap bahaya itu tergadaikan dengan aqiqahnya. Jika diberi aqiqah maka diharapkan anak akan mendapatkan keselamatan dari mara bahaya kehidupan. Atau orang tua tidak bisa secera sempurna mendapatkan kenikmatan dari keberadaan anaknya. Ini merupakan keterangan Mula Ali Qori (ulama madzhab hanafi). Beliau mengatakan,

    مرهون بعقيقته يعني أنه محبوس سلامته عن الآفات بها أو أنه كالشيء المرهون لا يتم الاستمتاع به دون أن يقابل بها لأنه نعمة من الله على والديه فلا بد لهما من الشكر عليه

    Tergadaikan dengan aqiqahnya, artinya jaminan keselamatan untuknya dari segala bahaya, tertahan dengan aqiqahnya. Atau si anak seperti sesuatu yang tergadai, tidak bisa dinikmati secara sempurna, tanpa ditebus dengan aqiqah. Karena anak merupakan nikmat dari Allah bagi orang tuanya, sehingga keduanya harus bersyukur. (Mirqah al-Mafatih, 12/412)

    Pendapat  Ketiga, Allah jadikan aqiqah bagi bayi sebagai sarana untuk membebaskan bayi dari kekangan setan. Karena setiap bayi yang lahir akan diikuti setan dan dihalangi untuk melakukan usaha kebaikan bagi akhiratnya. Dengannya, aqiqah menjadi sebab yang membebaskan bayi dari kekangan setan dan bala tentaranya. Ini merupakan pendapat Ibnul Qoyim. Beliau juga membantah pendapat yang mengatakan bahwa aqiqah menjadi syarat adanya syafaat anak bagi orang tuanya.

    Beliau mengatakan,

    كونه والداً له ليس للشفاعة فيه. وكذا سائر القرابات والأرحام وقد قال تعالى : يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَا يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا

    Status seseorang sebagai orang tua bagi si anak, bukan sebab dia mendapatkan syafaat. Demikian pula hubungan kerabat dan keluarga (tidak bisa saling memberi syafaat). Allah telah menegaskan,

    يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَا يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا

    Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun (QS. Luqman: 33)

    Kemudian, Ibnul Qoyim melanjutkan,

    فلا يشفع أحد لأحد يوم القيامة إلا من بعد أن يأذن الله لمن يشاء ويرضى ، فإذنه سبحانه وتعالى في الشفاعة موقوف على عمل المشفوع له من توحيده وإخلاصه

    Karena itu, seseorang tidak bisa memberikan syafaat kepada orang lain pada hari kiamat, kecuali setelah Allah izinkan, untuk diberikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki dan Dia ridhai. Sementara izin Allah dalam syafaat, tergantung dari tauhid dan kekuatan ikhlas dari orang yang mendapat syafaat itu. (Tuhfah al-Maudud, hlm. 73).

    Kemudian Ibnul Qoyim menyebutkan tafsir hadis di atas,

    المرتهن هو المحبوس إما بفعل منه أو فعل من غيره … وقد جعل الله سبحانه النسيكة عن الولد سببا لفك رهانه من الشيطان الذي يعلق به من حين خروجه إلى الدنيا وطعن في خاصرته فكانت العقيقة فداء وتخليصا له من حبس الشيطان له وسجنه في أسره ومنعه له من سعيه في مصالح آخرته التي إليها معاده

    Tergadai artinya tertahan, baik karena perbuatannya sendiri atau perbuatan orang lain… dan Allah jadikan aqiqah untuk anak sebagai sebab untuk melepaskan kekangan dari setan, yang dia selalu mengiringi bayi sejak lahir ke dunia, dan menusuk bagian pinggang dengan jarinya. Sehingga aqiqah menjadi tebusan untuk membebaskan bayi dari jerat setan, yang menghalanginya untuk melakukan kebaikan bai akhiratnya yang merupakan tempat kembalinya. (Tuhfah al-Maudud, hlm. 74)

    Allahu a’lam.

    Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
    Referensi: https://konsultasisyariah.com